Minggu, 21 Maret 2021

Deklarasi Kaum Kalah

(foto oleh @_ariken, diedit oleh Kaum Kalah)

 Kami adalah katarsis bagi mereka yang merasa dibuang dari kawanannya, terhempas dan dikalahkan oleh sistem yang tak pernah adil memperlakukan manusia. Kami ada sebagai ruang bebas dan merdeka bagi mereka yang merasa terkucilkan dari tatanan sosial yang dibangun di atas bangkai-bangkai para pejuang kebebasan. Kami adalah nyala api yang siap membakar dengan riuh segala kemapanan-kemapanan yang memuakkan, kami tak pernah puas dengan status quo yang dipertahankan demi kekuasaan, kami adalah sang penghancur; para pembangkang yang tak pernah diam. Di tangan kami tergenggam sebuah botol mawar yang akan menyebarkan wanginya di setiap sudut kota, menghiasi jalanan dengan agitasi yang menamparmu alih-alih perkataan motivasi yang sekadar basa-basi orang berdasi. Kami adalah yang menaungi segala perasaan yang dialihkan demi keamanan, kami adalah pemberontakan, kami adalah pembebasan!

 Di dunia di mana keuntungan hidup di atas eksploitasi manusia-manusia, di mana hanya segelintir orang yang dapat memiliki sumber-sumber penghidupan, di mana satu dengan yang lainnya teralienasi dari kerja-kerja untuk kehidupan; kami akan selalu ada sebagai jawaban atas keadaan-keadaan yang demikian. Selama kondisi-kondisi seperti itu masih hidup menjajah kehidupan kami semua, maka di bawah bendera hitam saksikanlah sebuah kemarahan-kemarahan yang menuntun kami pada penghancuran-penghancuran. Jangan merasa aneh ketika kami menyabotase tiap-tiap distribusi, menahan arus jalan kota, atau mungkin membakar tiap-tiap toko besarmu. Jangan salahkan kami ketika buruh tak lagi mau bekerja, ketika pabrik-pabrik harus diambil-alih, ketika kota dan jalanan menjadi panas karena api perlawanan sebagai titik didih dari penindasan yang kalian lakukan. Sebagai jawaban dari jurang-jurang yang kian hari kian besar antara si miskin dan si kaya, mereka yang termiskinkan oleh keadaan dan mereka yang kaya dengan keringat penderitaan orang banyak! Maka bersiap-siaplah, suatu hari nanti, kalian akan hancur bersama penderitaan yang kami rasakan. Kalian akan dan harus hancur, maka di tangan kamilah kehancuran itu datang!

 Tuan dan Puan sekalian mengapa begitu sinis? Mengapa tatapan itu terasa bengis bagi kami para terlantarkan? Bukankah kalian sendiri yang menjadikan kami seperti ini? Perhiasan yang kalian pakai adalah pembatas. Bulu mata dan juga gincu di wajah kalian adalah pembatas. Pakaian-pakaian kalian adalah pembatas. Pendidikan tinggi kalian adalah pembatas. Pemahaman kalian adalah pembatas. Tuan dan puan punya kelas adalah pembatas kalian dengan kami, di antara kita terhampar jurang yang Tuan dan Puan jijik melihatnya. Maka dari itu kami dihempaskan ke palung paling dalam di relung-relung kesedihan, namun kami sadar: kami tak perlu tuan dan puan sekalian, kami dapat hidup di atas kaki sendiri. Walau mungkin teracuhkan, terkoyak-koyak, bahkan harus mati sekalipun; kami hidup dengan tangan serta usaha kami sendiri, kami tidak tegak di atas penderitaan serta kelemahan orang lain, kami hidup di atas kaki kami sendiri!

 Maka biar kami deklarasikan diri sebagai kaum yang kalah, yang dibuang, serta diacuhkan. Perlu disadari juga dipahami, bahwasannya kami menolak tunduk dan diam. Kami takkan pernah bisa berhenti menyuarakan gelombang protes pembangkangan karena hanya dengan itu kami tetap bisa hidup dan memperjuangkan apa yang kami mimpikan sebagai kesetaraan. Di bawah langit hitam, di atas tanah yang subur, di belantara gedung-gedung. Kami nyatakan bahwa:

"kami adalah hitam yang merangkum semua warna yang diabaikan." 
—Talamariam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar